BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
kepemimpinan
kharismatik pertama kali diusung oleh Max Weber. Kharismatik berasal dari kata
“kairismos”, dalam bahasa Yunani memiliki makna seseorang yang terberkati dan
terinspirasi secara agung; juga diartikan sebagai hadiah yang diberikan oleh
para dewa kepada seseorang. Artinya seseorang dikatakan karismatik apabila
orang tersebut memiliki berkat atau talenta yang banyak memikat para
pengikutnya secara luar biasa. Max Weber, mendefinisikan karisma (yang berasal
dari bahasa Yunani yang berarti “anugerah”) sebagai “suatu sifat tertentu dari
seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang
sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak
daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa,
tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan
berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin (Yukl,
2001; Sashkin, 2003). Weber berpendapat bahwa kepemimpinan karismatik merupakan
salah satu jenis otoritas yang ideal.
Robert House
kemudian mengembangkan pemikiran Weber dengan menyusun teori-teori ilmiah
mengenai kepemimpinan karimatik ini pada tahun 1977. Menurut House, seorang
pemimpin kharismatik haruslah memilki kriteria sebagai seorang yang tinggi
tingkat kepercayaan dirinya, kuat keyakinan dan idealismenya serta mampu
mempengaruhi orang lain (Robbins, 1994). Selain itu dirinya haruslah mampu
berkomunikasi secara persuasif dan memotivasi para bawahannya. Teori
kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi,
pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap
tujuan-tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang
karisma (Conger dan Kanungo) lebih menekankan kepada identifikasi pribadi
sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder.
Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial
dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang
sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial
menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut
mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi
melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis
tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin
berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
Masyarakat pada
dasarnya merindukan sosok pemimpin yang kharismatik. Sosok yang diharapkan bisa
memimpin rakyat menuju kesejahteraan dan juga perubahan.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Kepemimpinan Karismatik?
2. Karakteristik
apa saja yang dimiliki Pemimpin Berkarismatik?
1.3
Tujuan
1. Makalah
ini untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan.
2. Menambah
wawasan kepada pembaca untuk lebih memahami lagi tentang Teori Kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemimpin
Karismatik Dambaan Rakyat Indonesia
2.1
Kepemimpinan
Kharismatik
Teori
kepemimpinan kharismatik pertama kali diusung oleh Max Weber. Kharismatik
berasal dari kata “kairismos”, dalam bahasa Yunani memiliki makna seseorang
yang terberkati dan terinspirasi secara agung; juga diartikan sebagai hadiah
yang diberikan oleh para dewa kepada seseorang. Artinya seseorang dikatakan
karismatik apabila orang tersebut memiliki berkat atau talenta yang banyak
memikat para pengikutnya secara luar biasa. Max Weber, mendefinisikan karisma
(yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugerah”) sebagai “suatu sifat
tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan
biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super,
atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki
oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang
Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang
pemimpin (Yukl, 2001; Sashkin, 2003). Weber berpendapat bahwa kepemimpinan
karismatik merupakan salah satu jenis otoritas yang ideal.
Menurut Weber
seorang pemimpin kharismatik muncul pada saat terjadi suatu krisis sosial, di
mana sang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi
untuk mengatasi krisis tersebut. Sang Pemimpin menarik pengikutnya yang percaya
pada visi yang diusungnya secara luar biasa sehingga para pengikutnya percaya
bahwa orang yang memimpin mereka adalah orang yang luar bisasa “yang memiliki
sesuatu” yang berbeda dari orang kebanyakan. Kepercayaan itu sungguh
mendarahdaging sehingga apapun yang dikatakan pemimpin tersebut dipandang
sebagai suatu amanah yang harus dijalankan. Jadi pemimpin karismatik adalah
seorang pemimpin yang memiliki daya tarik personalitas yang luar biasa yang
mampu mengendalikan pikiran, kemauan, jiwa, dan raga dari para pengikutnya.
Kepemimpinan karismatik tidak mengandalkan otoritas dan eksternal power tetapi
menggunakan daya tarik personalitas. Karena tidak menggunakan power dan otoritas
maka pemimpin karismatik umumnya adalah pimpinan lembaga informal.
Robert House
kemudian mengembangkan pemikiran Weber dengan menyusun teori-teori ilmiah
mengenai kepemimpinan karimatik ini pada tahun 1977. Menurut House, seorang
pemimpin kharismatik haruslah memilki kriteria sebagai seorang yang tinggi
tingkat kepercayaan dirinya, kuat keyakinan dan idealismenya serta mampu
mempengaruhi orang lain (Robbins, 1994). Selain itu dirinya haruslah mampu
berkomunikasi secara persuasif dan memotivasi para bawahannya. Teori
kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi,
pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap
tujuan-tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang
karisma (Conger dan Kanungo) lebih menekankan kepada identifikasi pribadi
sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder.
Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial
dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang
sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial
menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut
mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui
proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang
karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal
dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
2.2
Teori
Atribusi dari Kepemimpinan Kharismatik
Selain Robert
House, Conger dan Kanungo (dalam Yukl, 2001) pun mengusulkan teori tentang
kepemimpinan karismatik berdasarkan pada asumsi bahwa karisma merupakan sebuah
fenomena yang berhubungan (atribusional). Menurut teori ini, atribusi pengikut
dari kualitas karismatik bagi seorang pemimpin bersama-sama ditentukan oleh
perilaku, keterampilan pemimpinnya dan aspek situasi. Ada tiga asumsi yang
digunakan dalam menarik para pengikut pemimpin karismatik, yaitu:
1. daya
tarik dan keanggunan merupakan modal yang dibutuhkan untuk menarik pengikut,
2. Rasa
percaya diri adalah kebutuhan dasar dari seorang pemimpin, dan
3. Pengikut
akan mengikuti orang-orang yang mereka kagumi.
Menurut teori
kepemimpinan kharismatik Conger dan Kanungo dalam Robbins (2005), para pengikut
terpicu pada kemampuan heroik sang pemimpin atau kemampuan yang luar biasa
ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu dari sang pemimpin. Dari
hasil studi yang dilakukan, Conger dan Kanugo (dalam Robbins, 2005)
mengidentifikasikan karakterteristik personal pemimpin kharismatik dalam empat
hal penting. Antara lain:
1. Pemimpin
yang memiliki visi.
2. Memiliki
keinginan untuk mengambil risiko demi pencapaian visi.
3. Memiliki
kepekaan pada kendala-kendala lingkungan.
4. Memiliki
kepekaan pada kebutuhan-kebutuhan para pengikut.
5. Menunjukkan
perilaku luar bisa.
Kelima karakteristik di atas dapat dijelaskan dalam hal di
bawah ini:
2.3
Karakteristik-karakteristik
Kunci dari Pemimpin yang Karismatik
1. Visi
dan Artikulasi (Vision and Articulation). Memiliki visi yang dinyatakan sebagai
tujuan ideal yang menganggap bahwa masa depan lebih baik daripada status quo;
dan mampu mengklarifikasi pentingnya misi yang bisa dipahami orang lain.
2. Resiko
pribadi (Personal risk). Bersedia mengambil resiko pribadi yang tinggi,
mengeluarkan biaya besar, dan berkorban untuk mencapi visi tersebut.
3. Kepekaan
pada Lingkungan (Environmental sensitivity). Pemimpin karismatik mampu
melakukan perhitungan realitis mengenai hambatan dari lingkungan dan kebutuhan
sumberdaya untuk mengupayakan terjadinya perubahan.
4. Sensitive
dengan kebutuhan bawahan (Sensitivity to follower needs). Menerima kemampuan
orang lain dan bertanggungjawab atas kebutuhan dan perasaan mereka.
5. Perilaku
yang tidak konvensional (Unconventional behavior). Memiliki perilaku yang
dianggap baru dan berlawanan dengan kebiasaan. Pemimpin karismatik menunjukkan
perilaku (konstruktif) diluar kebiasaan dan seringkali menentang norma
(destruktif) yang mengakar dalam masyarakat, tetapi untuk perubahan ke arah
perbaikan, misalnya reformasi.
Hal ini dijelaskan
lebih lanjut oleh Yukl (2001) tentang lima karakteristik pemimin kharismatik
ini. Pertama, kharisma akan lebih mungkin dihubungkan dengan dengan pemimpin
yang menyarankan sebuah visi yang bertentangan dengan status quo. Kedua,
kharisma akan lebih mungkin dihubungkan dengan pemimpin yang bertindak secara
tidak konvensional untuk menggapai visi. Dalam arti, pemimpin melakukan sesuatu
yang mengesankan bagi para pengikut yang mengungkapkan bahwa ia adalah pemimpin
yang luar biasa. Ciri yang ketiga adalah pemimpin akan lebih mungkin dipandang
sebagai pemimpin yang kharismatik bila mereka melakukan pengorbanan diri,
mengambil risiko pribadi dan medatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi. Pada
titik ini, kepercayaan menjadi komponen penting dari kharisma, dan pengikut
lebih mempercayai pemimpin yang tidak terlalu termotivasi dengan kepentingan
pribadi. Ciri yang keempat adalah pemimpin yang lebih percaya diri mengenai
usulan mereka akan lebih mungkin dipandang sebagai kharismatik daripada
pemimpin yang kelihatan bimbang dan ragu. Ciri kelima adalah para pengikut
lebih menghubungkan kharisma dengan pemimpin yang menggunakan pembuatan visi
dan daya tarik persuasif daripada dengan pemimpin yang menggunakan otoritas.
Yukl (2001)
menjelaskan bahwa teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada
identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi
sebagai proses sekunder. Proses pengaruh utama adalah identifikasi pribadi,
yang pengaruhnya diperoleh dari keinginan seorang pengikut untuk menyenangkan
dan meniru pemimpinnya. Di mana pmimpin kharismatik terlihat begitu luar biasa
karena mereka memiliki wawasan strategis, pendirian yang kuat, keyakinan diri,
perilaku yang tidak konvensional dan energi yang dinamis, bahwa bawahan
mengidolakan pemimipin mereka dan ingin menjadi seperti mereka. Pengaruh dari
seorang pemimpin kharismatik juga disebabkan oleh internalisasi nilai dan
keyakinan baru oleh para pengikut. Conger (1989, dalam Yukl, 2001) menenkan
bahwa penting bagi pengikut untuk mengambil sikap dan keyakinan pemimpin
tentang pekerjaan daripada hanya meniru aspek buatan dari perilaku pemimpin
seperti perangai, gerak tubuh, dan pola bicara. Seorang pemimpin yang
kharismatik menyatakan visi yang memberikan inspirasi berfungsi sebagai sebuah
sumber motivasi instrinsik untuk menjalankan misi organisasi.
Robbins (2005)
menyebutkan ada empat tahap dalam proses mempengaruhi yang dilakukan oleh
seorang pemimpin kharismatik. Tahap pertama adalah pernyataan visi sang
pemimpin. Visi (vision) adalah strategi jangka panjang untuk mencapai tujuan
atau serangkaian tujuan. Visi yang dikemukakan sang pemimpin kharismatik
memberi nuansa kontinuitas bagi para pengikut di mana ia berusaha menghubungkan
keadaan saat ini dengan masa depan yang lebih baik bagi organisasi. Pada tahap
kedua, setelah visi dan misi ditetapkan sang pemimpin kemudian
mengkomunikasikan ekspektasi kinerja yang tinggi dengan keyakinan bahwa para
pengikutnya mampu mencapai visi yang diungkapkan. Efek dari keyakinan ini
membuat para pengikut semakin percaya diri.
Setelah sang
pemimpin mengkomunikasikan ekspektasinya, pada tahap ketiga, pemimpin
kharismatik menyatakannya melalui kata-kata dan tindakan, seperangkat nilai
yang baru, dan melalui perilakunya, memberikan teladan untuk ditiru para
pengikutnya. Sebuah visi harus ada pernyataan visi-nya (vision statement),
yaitu pernyataan formal visi atau misi organisasi dalam tindakan. Pemimpin yang
karismatik bisa menggunakan pernyataan visi untuk menanamkan tujuan dan sasaran
ke benak para pengikutnya. Pada akhirnya, pada tahap keempat, pemimpin
karismatik melibatkan dirinya secara emosional dan acap kali berperilaku yang
tidak biasa untuk menunjukkan keberanian dan pendiriannya atas visi yang telah
ditetapkan. Terjadilah penularan emosional dalam diri pemimpin yang karismatik
yang “ditangkap” oleh para pengikutnya.
Teori
kepemimpinan karismatik juga dikembangkan oleh Samir, House dan Arthur
berdasarkan konsep diri. Teori tersebut dibangun atas teori kepemimpinan
karismatik yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh House. Beberapa indikator
tentang karisma masih tetap sama, termasuk afeksi para pengikut terhadap
pemimpin, keterlibatan emosional dalam misi kelompok atau organisasi, keyakinan
bahwa para pemimpin tersebut dapat member kontribusi terhadap keberhasilan
misi, serta komitmen terhadap tujuan-tujuan kinerja yang tinggi. Namun
demikian, dalam teori yang baru tersebut para pemimpin karismatik menghidupkan
sejumlah proses motivasional yang sebelumnya tidak dimasukkan ke dalam teori
tersebut oleh House.
2.4
Teori
Konsep Diri dari Kepemimpinan Kharismatik
Shamir et.al
(dalam Yukl, 2001) memperluas teori House dengan menggabungkan perkembangan
baru dalam pemikiran tentang motivasi manusia dan gambaran lebih rinci tentang
pengaruh pemimpin dan pengikut. Asumsi mereka mengenai motivasi manusia antara
lain:
1. perilaku
adalah ekspresi dari perasaan seseorang, nilai dan konsep diri dan juga
berorientasi sasaran dan pragmatis.
2. konsep
diri seseorang terdiri dari hierarki identitas dan nilai sosial.
3. orang
secara intrinsik termotivasi untuk memperkuat dan mempertahankan kepercayaan
diri dan nilai diri mereka.
4. orang
secara intrinsik termotivasi untuk memelihara konsistensi di antara berbagai
komponen dari konsep diri mereka dan antara konsep diri mereka dengan perilaku.
Teori konsep
diri dari kepemimpinan kharismatik menjelaskan bahwa indikator kharisma
terlihat dari hubungan antara pemimpin dan pengikut. Seorang pemimpin
kharismatik memiliki pengaruh yang dalam dan tidak biasa pada
pengikut-pengikutnya. Para pengikut selalu merasa bahwa apa yang diyakini oleh
pemimpin itu benar adanya dan mereka akan berusaha untuk mematuhinya, ada kasih
sayang kepada pemimpin dan secara emosional terlibat dalam misi kelompok atau
oraganisasi serta memilki sasaran kinerja yang tinggi.
Ciri dan
perilaku pemimpin juga menjadi penentu penting dari pemimpin kharismatik.
Menurut teori konsep diri, para pemimpin kharismatik lebih besar kemungkinannya
untuk memiliki kebutuhan yang kuat akan kekuasaan, keyakinan diri yang tinggi
dan pendirian kuat dalam keyakinan dan idealisme mereka sendiri. Beberapa ciri
dan perilaku penting dari pemimpin kharismatik dalam memperngaruhi sikap dan
perilaku pengikut adalah :
1. Menyampaikan
visi yang menarik.
2. Menggunakan
bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat menyampaikan visi.
3. Mengambil
risiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi.
4. Menyampaikan
harapan (ekspektasi) yang tinggi.
5. Memperlihatkan
keyakinan akan pengikut.
6. Pembuatan
model peran dari perilaku yang konsisten dengan visi.
7. Mengelola
kesan pengikut akan pemimpin.
8. Membangun
identifikasi dengan kelompok atau organisasi dan.
9. Memberikan
kewenangan kepada pengikut.
Proses pengaruh
yang mempengaruhi perilaku sosial dalam kepemimpinan karismatik teridiri atas
identifikasi pribadi, identifikasi sosial, internasiliasi dan kemampuan diri
sendiri. Pertama, identifikasi pribadi (personal identification), identifikasi
pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang dyadic yang terjadi pada
beberapa orang pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini akan paling
banyak terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah,
identitas diri rendah, dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri
kepada tokoh-tokoh yang berkuasa. Shamir dan kawan-kawan mengakui bahwa identifikasi
pribadi dapat terjadi pada beberapa orang pengikut dari para pemimpin
karismatik, namun mereka kurang menekankan pada penjelasan tersebut karena
masih ada proses-proses lainnya.
Kedua,
identifikasi sosial (sosial identification). Identifikasi sosial merupakan
sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut defenisi mengenai diri sendiri dalam
hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para pemimpin karismatik
meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan antara konsep diri
sendiri para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan bersama serta
identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin karismatik dapat meningkatkan
identifikasi sosial dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas yang unik,
yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok-kelompok yang lain.
Ketiga,
internalisasi (internalization). Para pemimpin karismatik mempengaruhi para
pengikut untuk merangkul nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin
karismatik untuk meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada
para pengikut dan dengan menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para
pemimpin karismatik juga menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresif
pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti, mulia,
heroic, dan secara moral benar. Para pemimpin karismatik tersebut juga tidak
menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik dalam rangka mendorong para pengikut
untuk memfokuskan diri kepada inbalan-imbalan intrinsik dan meningkatkan
komitmen mereka kepada sasaran-sasaran objektif.
Keempat,
kemampuan diri sendiri (self-efficacy). Efikasi diri individu merupakan suatu
keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencpai sasaran
tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota
kelompok bahwa jika mereka bersama-sama, mereka akan dapat menghasilkan hal-hal
yang luar biasa. Para pemimpin karismatik meningkatkan harapan dari para
pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan
misi kolektif, akan berhasil. Berbedea dengan teori atribusi dari kepemimpinan
kharismatik, identifikasi pribadi tidak ditekankan. Dalam teori konsep diri
sumber yang terpenting adalah indentifikasi sosial, internalisasi dan kemampuan
diri sendiri dan kolektif.
2.5
Pemimpin
karismatik: Dilahirkan atau Diciptakan
Apakah pemimpin
karismatik memang terlahir dengan sifat-sifat istimewa? Atau, bisakah orang
belajar menjadi pemimpin karismatik? Ada yang berpendapat bahwa seseorang
dilahirkan dengan sifat-sifat yang membuat mereka karismatik. Robbins (2005)
menjelaskan bahwa penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat individu juga
terkait dengan kepemimpinan karismatik. Pemimpin yang karismatik cenderung
bersifat terbuka, percaya diri, dan memiliki tekad yang kuat untuk mencapai
hasil. Walaupun ada yang berpendapat demikian, bahwa kharisma merupakan sebuah
anugerah namun ada juga yang beranggapan bahwa kharisma yang adalah anugerah
itu juga dapat dipelajari. Sebagian besar ahli percaya seseorang juga bisa
dilatih untuk menampilkan perilaku yang karismatik dan mendapat manfaat dari
menjadi seorang pemimpin yang karismatik. Robbins (2005) mengatakan bahwa
seseorang bisa belajar menjadi karismatik dengan mengikuti proses yang terdiri
atas tiga tahap.
Pertama,
seseorang perlu mengembangkan aura karisma dengan cara mempertahankan cara
pandang yang optimis; menggunakan kesabaran sebagai katalis untuk menghasilkan
antusiasme; dan berkomunikasi dengan keseluruhan tubuh, bukan cuma dengan
kata-kata. Kedua, seseorang menarik orang lain dengan cara menciptakan ikatan
yang menginspirasi orang lain tersebut untuk mengikutinya. Ketiga, seseorang
menyebarkan potensi kepada para pengikutnya dengan cara menyentuh emosi mereka.
2.6
Konsekuensi
dari Kepemimpinan Kharismatik
Dari studi
mengenai kepemimpinan historis mengungkapkan bahwa ada kharismatik yang positif
dan negatif. Sebuah pendekatan yang lebih baik untuk membedakan antara
kharismatik yang positif dan negatif adalah dalam hal nilai kepribadian mereka
(House & Howell, 1992; Howell, 1988; Musser, 1987, dalam Yukl, 2001). Tidak
semua pemimpin yang karismatik selalu bekerja demi kepentingan organisasinya.
Banyak dari pemimpin ini menggunakan kekuasaan mereka untuk membangun
perusahaan sesuai dengan citra mereka sendiri. Mereka sering kali
mencampuradukkan batas-batas kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi.
Hal yang paling buruk, karisma yang egois ini membuat si pemimpin menempatkan
kepentingan dan tujuan-tujuan pribadi di atas tujuan organsisai (Sashkin,
2003). Mereka tidak suka dikritik, dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa
patuh dan memiliki sifat “asal bapak senang” dan menciptakan iklim yang membuat
orang takut mempertanyakan atau menantang si “raja” atau “ratu” bila si
pemimpin melakukan kesalahan (Robbins, 2005).
Yukl (2001)
menjelaskan bahwa kharismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara
pribadi. Pada sisi ini, mereka (pemimpin kharismatik) lebih menekankan pengaruh
pada identifikasi diri ketimbang internaliasi. Dan secara sengaja beusaha untuk
lebih menanmkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme yang
harus digapai. Pemimpin kharismatik menggunakan daya tarik ideologis tapi hanya
untuk memperoleh kekuasaan, di mana setelahnya ideologi itu diubah secara
sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi sang pemimpin. Sang pemimpin
kharismatik berusah untuk mendominasi dan menaklukan pengikut dengan membuat
mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin. Selain itu, otoritas
pengambilan keputusan berpusat pada sang pemimpin, minus penghargaan kepada
pengikut dan menggunakan hukuman untuk memanipulasi pengikut. Informasi
dibatasi demi memelihara pencitraan diri sekaligus pembenaran diri dari segala
kesalahan dan membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi. Perilaku
negatif ini mencerminkan perhatian yang lebih besar pada pemujaan diri dan
memelihara kekuasaan daripada mengusahakan kesejahteraan pengikut.
Berbeda dengan
kharismatik yang negatif, kharismatik positif memiliki orientasi kekuasaan
sosial. Pemimpin kharismatik lebih menekankan internalisasi dari nilai-nilai
daripada identifikasi pribadi. Mereka berusaha untuk menanamkan kesetiaan
kepada ideologi lebih daripada kesetiaan kepada diri sendiri. Sedangkan
otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi dibagikan
secara terbuka, mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan
penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan
sasaran dari organisasi. Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan menguntungkan
bagi pengikut walaupun konsekuensi yang mendukung tidak dapat dihindari jika
strategi yang didorong oleh pemimpin tidak tepat.
A.
Sisi
Gelap dari Kharisma
Optimisme dan
keyakinan diri amat penting untuk mempengaruihi orang lain agar mendukung visi
dari pemimpin, tetapi optimisme yang berlebihan akan menyulitkan sang pemimpin
untuk mengenali kekurangan dalam visi itu. Pengalaman akan keberhasilan dan
pemujaan bawahan dapat mengakibatkan pemimpin percaya bahwa penilaiannya tidak
bisa salah. Dalam pencarian yang tekun untuk mencapai visi itu, seorang
pemimpin kharismatik dapat mengabaikan dan menolak bukti bahwa visinya tidak
realistis dan mengarah pada kegagalan. Dan para pemimpin yang percaya akan
pemimpin itu akan terhalang untuk menunjukkan kekurangan atau menyajikan
perbaikan.
Di pihak lain,
perilaku impulsive dan tidak konvensional yang yang yang menyebabkan beberapa
orang memandang seorang pemimpin yang kharismatik akan tersinggung dan melawan
orang lain yang memandang perilaku itu sebagai hal yang mengganggu dan tidak
tepat. Pendirian yang kuat dari pemimpin terhadap ideology yang tidak
tradisional akan mengasingkan orang yang tetap teguh pada cara-cara tradisional
dalam melakukan berbagai hal. Konsekuensi dari kharisma yang negatif dapat
diringkaskan dalam tabel berikut:
B
Beberapa
Konsekuensi Negatif dari Pemimpin Kharismatik
1. Keinginan
akan penerimaan oleh pemimpin menghambat kecaman dari pengikut.
2. Pemujaan
oleh pengikut menciptkan khayalan akan tidak dapat berbuat kesalahan.
3. Keyakinan
dan optimisme yang berlebihan membutakan pemimpin dari bahaya nyata.
4. Penolakan
akan masalah dan kegagalan mengurangi pembelajaran organisasi.
5. Proyek
risiko yang terlalu besar akan besar kemungkinannya utnuk gagal.
6. Mengambil
pujian sepenuhnya atas keberhasilan akan mengasingkan beberapa pengikut yang
penting.
7. Perilaku
impulsif yang tidak tradisional menciptakan musuh dan juga orang-orang yang
percaya.
8. Kebergantungan
kepada pemimpin akan menghambat penerus yang kompeten.
9. Kegagalan
untuk mengembangkan penerus menciptakan krisis kepemimpinan pada akhirnya.
C
Sisi
Terang dari Kharisma
Kharisma juga
memiliki sisi yang terang. Oleh Yukl (2001) sisi terang dari kharisma atau
pengaruh dari kharisma posotif antara lain disebutkan bahwa para pengikut akan
jauh lebih baik bila bersama dengan pemimpin kharismatik yang positif ketimbang
pemimpin kharismatik yang negatif. Bersama pemimpin kharismatik positif, para
pengikut memiliki potensi mengalami pertumbuhan psikologis dan perkembangan
kemampuan mereka dan organisasi akan lebih dapat beradaptasi terhadap sebuah
lingkungan yang dinamis, bermusuhan dan kompetitif. Pemimpin yang kharismatik
positif biasanya mampu menciptakan ssebuah budaya yang “berorientasi
keberhasilan” (Harrison, 1987 dalam Yukl, 2010), “sistem kinerja yang tinggi”
(Vail, 1978 dalam Yukl, 2010). Di sini, dapat dikatakan bahwa organisasi telah
memahami misi yang mewujudkan nilai-nilai sosial dan bukan hanya keuntungan
atau pertumbuhan, para anggota dari semua tingkatan juga diberikan kewenangan
untuk membuat putusan penting bagaimana menerapkan strategis dan melakukan
pekerjaan mereka, komunikasinya terbuka dan informasi dibagikan, dan struktur
dan sistem organisasi mendukung misinya.
2.7
Contoh
Sosok pemimpin yang berkarismatik di Indonesia
Dr.Ir.
Soekarno lahir di Surabaya Jawa Timur, 6
Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun .Soekarno
adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia
memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad
Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama
kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan
ia sendiri yang menamainya.
Pembawaan yang
tenang dari beliau dicerminkan dalam gaya bahasa, tutur kata, dan tutur
retorika. Kebijakan dan pemikiran-pemikiran beliau menunjukkan bahwa presiden
pertama Indonesia ini memiliki intelektualitas yang tinggi, berwibawa, dan
memiliki fatsun politik.
Beliau
merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia)
pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda,
memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan
bulan kemudian baru disidangkan.
Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda
makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada
tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya.
Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun
1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui
perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945,
Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya
Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih
secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya,
beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan
nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika,
dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang
kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan
G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas
pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia
meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan
di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah
menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi"
Dalam kancah
politik, Soekarno bersama Sutan Sjahrir, Moh. Hatta, atau kawan lainnya tetap
menunjukkan etika yang baik, walaupun dalam berdiskusi mengenai politik tak
dipungkiri selalu ada perdebatan karena perbedaan ideologi. Terhadap
rekan-rekan dalam Dewan Pers, beliau juga tidak menunjukkan sikap dan perilaku
kekuasaan atau atasan, namun sikapnya lebih mencerminkan kerekanan.
Oleh karena itu,
Soekarno adalah pribadi yang termasuk paling mempunyai otoritas baik dalam
wawasan maupun dalam gudang pengalaman.
Bung Karno
sebagai Icon Nasionalis tidak perlu diragukan lagi, dari barat hingga ke timur
negeri ini seolah meng-amini namun sisi lain bung karno sebagai sosok guru
bangsa yang juga memiliki sisi - sisi islamis tentu tak banyak orang yang
mengetahuinya terlebih di masa kepemimpinannya diwarnai dengan benturan –
benturan politik dengan kalangan islamis dan polemik yang menajam seputar dasar
negara dengan tokoh paling terkemuka kalangan Islam saat itu, Mr. Mohammad
Natsir.
Nama Bung Karno
yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar tidak bisa dilepaskan dari tokoh – tokoh
Pergerakan Islam yang Istiqomah berjuang demi cita – cita besar Kemerdekaan
Indonesia. Para pakar sumber daya manusia menemukan bahwa motivasi dan
kepuasaan kerja para karyawan terkait secara langsung dengan hubungan dengan
dengan pengawas mereka. Popularitas dan disertai integritas akan cenderung
memudahkan pemimpin dalam hal pendelegasian tugas. Hal ini pun ditemukan pada
sosok Bung Karno, dimana kharisma beliau mampu menjadi senjata ampuh dan
menjadikannya popular dimata pengikutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kepemimpinan
kharismatik (charismatic leadership): Kharisma diartikan “keadaan atau bakat
yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan
seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya”
atau atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu.
Pemimpin kharismatik menampilkan
ciri-ciri sebagai berikut:
1. memiliki
visi yang amat kuat atau kesadaran tujuan yang jelas.
2. mengkomunikasikan
visi itu secara efektif.
3. mendemontrasikan
konsistensi dan focus.
4. mengetahui
kekuatan-kekuatan sendiri dan memanfaatkannya.
Gaya
kepemimpinan karismatik dapat terlihat mirip dengan kepemimpinan
transformasional, di mana pemimpin menyuntikkan antusiasme tinggi pada tim, dan
sangat enerjik dalam mendorong untuk maju. Namun demikian, pemimpin karismatis
cenderung lebih percaya pada dirinya sendiri daripada timnya.
Di Indonesia,
sosok Soekarno memiliki kharisma di mata para pengikutnya. Baik dinilai secara
positif atau negatif oleh masyarakat, namun penulis mengakui bahwa di Indonesia
masih menjadi barang yang langka untuk menemukan pemimpin dengan kemampuan
seperti beliau.
3.2
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar