BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai usaha sadar yang
sistematik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah
landasan dan asas-asas tertentu.Landasan dan asas tersebut sangat penting,
karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan
masyarakat suatu bangsa tertentu.
Beberapa diantara landasan pendidikan
tersebut adalah landasan filosofi, sosiologis, dan kultural, yang sangat
memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya
landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan itu menjemput masa
depan. Kajian berbagai landasan landasan pendidikan itu akan membentuk wawasan
yang tepat tentang pendidikan. Dengan wawasan dan pendidikan yang tepat, serta
dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat
memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan program
pendidikan yang tepat wawasan.
Makalah ini akan memusatkan paparan dalam
berbagai landasan dan asas pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan
penerapannya. Landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis,
sosiologis, cultural, psikologis, dan iptek. Sedangkan asas-asas pendidikan
yang akan dikaji adalah Asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hidup,
dan asas kemandirian dalam belajar.
Berdasarkan latar belakang di atas,
rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1. Apakah yang dimaksud
Landasan Pendidikan?
2. Apa sajakah landasan
pendidikan?
3. Apakah yang dimaksud
asas-asas pendidikan?
4. Apa sajakah asas-asas
Pendidikan?
Berdasarkan latar belakang di atas dapat
dibuat tujuan masalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
pengertian dari Landasan Pendidikan
2. Untuk mengetahui
macam-macam landasan pendidikan
3. Untuk mengetahui
pengertian dari asas-asas Pendidikan
4. Untuk mengetahui
macam-macam asas-asas pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Landasan Pendidikan
Secara leksikal, landasan berarti tumpuan,
dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik
tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat
bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat
konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual
identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga
macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat dipahami dari
dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah
praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah
studi pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan.Kegiatan bantuan dalam praktek
pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat
berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan).Studi
pendidikanadalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami
pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi
dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan
atau studi pendidikan.
1. Macam-macam
Landasan pendidikan
2. Landasan Filosofis.
Landasan Filosofis merupakan landasan yang
berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah
masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya.
Landasan filosofis adalah landasan yang
berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy)
bersumber dari bahasaYunani, philein berarti mencintai, dan sophos
atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah
sesuatu secara radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan
konsepsi-kosnsepsi mengenai kehidupan dan dunia. Konsepsi-konsepsi silosofis
tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua
faktor, yaitu:
o Religi dan etika yang
bertumpu pada keyakinan
o Ilmu pengetahuan yang
mengandalkan penalaran. Filsafat berada dianatara keduanya: Kawasannya seluas
religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari
keraguan dan karena mengandalkan akal manusia (Redja Mudyahardjo, et.al., 1992:
126-134.)
Tinjauan filosofis tentang sesuatu,
termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta merentang pikiran sampai
sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua
pendekatan, yakni:
1. Filsafat sebagai
kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta
sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu.
2. Filsafat sebagai kajian
khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan
salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek),
metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu sendiri), serta
social dan politik (filsafat pemerintahan).
Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai
cabang filsafat (logika, epistemology, etika, dan estetika, metafisika dan
lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip
dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam
bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan
dengan hasil kajian antara lain tentang:
1. Keberadaan dan kedudukan
manusia sebagai mahluk didunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoon
politicon, homo sapiens, animal educandum, dan sebagainya.
2. Masyarakat dan
kebudayaannya.
3. Keterbatasan manusia
sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan; dan
4. Perlunya landasan
pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan
Ardhana, 1986: Modul1/9).
Hasil-hasil kajian filsafat tersebut,
utamnya tentang konsepsi manusia dan dunianya, sangat besar pengaruhnya
terhadap pendidikan. Beberapa aliran filsafat yaitu sebagai berikut:
1. Naturalisme
2. Idealisme
3. Pragmatisme
Naturalisme merupakan aliran
filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh panca indera
sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini biasa pula diberi nama yang
berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia dan
dunianya.
Berbeda dengan aliran diatas, Idealisme menegaskan bahwa hakikat
kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap kebenaran
realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat
spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran
atau nilai sejati yang absolute dan abadi.
Pragmatisme merupakan aliran
filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai
kegunaan praktis; dengan kata lain, paham ini menyatakan yang berfaedah itu
harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pda kemanfaatan dari sesuatu itu
harus benar. Atau ukuran kebenaran didasarkan kepada kemanfaatan dari sesuatu
itu kepada manusia (Abu Hanifah, 1950: 136). John Dewey (dari Redja
Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144), salah seorang tokoh pragmatisme, mengemukakan
bahwa penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap:
1. Situasi tak tentu
(indeterminate situation), yakni timbulnya situasi ketegangan didalam
pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik.
2. Diagnosi, yakni
mempertajam masalah termasuk perkiraan factor penyebabnya.
3. Hipotesis, yakni
penemuan gagasan yang diperkiarakan dapat mengatasi masalah.
4. Pengujian hipotesis,
yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta
implikasinya masing-masing jika dipraktekkan.
5. Evaluasi, yakni
mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
Oleh karena itu, bagi paragtisme,
pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode mengajar yang penting
adalah metode pemecahan masalah. Pengaruh aliran paragtisme tersebut bahkan
terwujud dalam gerakan pendidikan progresif atau progresivisme sebagai bagian
dari suatu gerakan reformasi sosiopolitik pada akhir abad XIX dan awal abad XX
di Amerika Serikat. Progresivisme menentang pendidikan tradisionalis serta
mengembangkan teori pendidikan dengan prinsip-prinsip antara lain:
1. Anak harus bebas agar
dapat berkembang wajar.
2. Menumbuhkan minat
melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
3. Guru harus menjadi
peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
4. Harus ada kerja sama
sekolah dan rumah.
5. Sekolah progresif harus
merupakan suatu laboraturium untuk melakukan eksperimentasi (Wayan Ardhana,
1986: 16-17)
Selanjutnya perlu dikemukakan secara
ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran
dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat pendidikan itu (Redja
Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144-150; Wayan Ardhana, 1986 :14-18) adalah:
1. Esensialisme.
Esensialisme merupakan mazhab filsafat
pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis.
Berdasarkan eklektisisme tersebut tersebut maka esensialisme tersebut
menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme dengan tidak
meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan dasara tinjauan
yang realistic. Matematika yang sangat diutmakan idealisme, juga penting
artinya bagi filsafat realism, karena matematika adalah alat menghitung
penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil dan nyata
Menurut Mazhab ensesialisme, yang termasuk
the liberalarts, yaitu:
1). Penguasaan
bahasa termasuk rerorika
2).
Gramatika
3).
Kesusateraan
4). Filsafat
5). Ilmu
kealaman
6).
Matematika
7). Sejarah
8). Seni
keindahan (fine arts)
1. Perenialisme
Ada persama antara perenialisme dan
esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada
mata pelajaran yang poko-pokok (subject centered). Perbedaannya ialah
perenialisme menekankan keabadian teori kehikamatan, yaitu:
1).
Pengetahuan yang benar (truth)
2).
Keindahan (beauty)
3).
Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
Oleh karena itu dinamakan perenialisme
karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial. Prinsip
pendidikan antaralain:
1).
Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah
berubah.
2). Inti
pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia yang unik, yaitu
kemampuan berpikir.
3).
Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
4).
Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
5).
Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic
subjects)
1. Pragmatisme dan
Progresivisme
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang
memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan,
aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
Progresivisme yaitu perubahan untuk maju.
Manusia akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya berdasarkan pemikiran. Progresivisme atau gerakan pendidikan
progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa
prinsip, antara lain sebagai berikut:
1).
Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
2).
Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
3).
Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
4). Sekolah
progresif harus merupakan sebuah laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagogis dan ekperimentasi.
1. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme adalah suatu
kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan. Individu
tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman-pengalaman kemasyarakatan
masa kini disekolah, tapi haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakatbaru
yang diinginkan. Dan dalam pengertian lain. Rekonstruksionisme adalah mazhab
filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor
perubahan masyarakat.
2. Landasan Sosiologis
Manusia yang hidup berkelompok,
sesuatu yang terjadi dengan yang lain sama halnya hewan,tetapi pengelompokan
pada manusia lebih rumit dari pada hewan.pada wayan Ardhan hidup berkelompok
pada hewan memiliki ciri:
·
Pembagian
pada anggotanya
·
Ketergantungan
pada anggota
·
Ada
kerjasama anggota
·
Komunikasi
antar anggota
·
Dan
adanya diskrimunasi antara individu satu denan yang lain dalam kelompok
1. a.
Pengertian tentang landasan sosiologi
Dimana suatu proses interaksi antar dua
individu,bahakan dua generasi dan memungkinkan generasi muda untuk
mengembangkan diri.sehingga melahirkan cabang cabang sosiologi antara lain
sosiologi pendidikan dan ruang lingkup yang di pelajari antara lain:
1) Hubungan
pendidikan dengan aspek masyarakat lain,yang mempelajari:
·
Fungsi
pendidikan dalam kebudayaan
·
Hubungan
sisitem pendidikan dan proses kontrol sosiala dengan sstem kekuasaan lain
·
Fungsi
pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan
kebudayaan
·
Hubungan
antar kelas sosial
·
Fungsional
pendidikan formal yang mencakup hubungan dengan ras,kebudayaam dan kelompok
kelompok dalam masyarakat
2) Hubungan
kemanusiaan di sekolah yang meliputi:
·
Sifat
kebudayaan dalam sekolah yang khusus dan berbeda dengan kebudayaan di luar
sekolah
·
Pola
interaksi dan struktur masyarakat sekolah
3) Pengaruh
sekolah pada perilaku anggotanya,yang mempelajari:
·
Peranan
sosial guru
·
Sifat
kepribadian guru
·
Pengaruh
kepribadian guru terhadap tingkah laju sisiwa
·
Fungsi
sosial sekolah pada sosialisasi anak anak
4)
Sekolah dalam komunitas,mempelajari pola interaksi antara sekolah dalam
komunitasnya yang meliputi:
·
Pelukisan
komunitas sekolah sepertti tampaknya dalam prganisasi sekolah
·
Analisis
tentang proses pendidikan seperti tampak pada kaum sosila tak terpelajar
·
Hubungan
antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya
·
Faktor
faktor demografi dan ekologi dalam organisasi sekolah
Dalam keempat nidang di atas yang di
pelajari untuk memahami pendidikan dalam masyarakat menurut Wayan ardhan.
1. b. Masyarakat
indonesia sebagai landasan sosiologi sistem pendidikan nasional (sisdiknas)
Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki
ciri utama anatara lain:
·
Adanya
interaksi antar warga warganya
·
Pola
tingkah laku yang diatur adat istiadat,hukum dan norma yang berlaku
·
Adanya
rasa identitas yang mengikat pada warganya.
3. Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai
hubungan timbale balik, sehingga kebudayaan dapat dilestarikan/dikembang dengan
jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan
pendidikan, baik secara informal maupan formal.
1. a.
Pengertian tentang Landasan Kultural
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya
manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan,
dan dalam belajar arti luas dapat berwujud:
·
Ideal
seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya.
·
Kegiatan
yang berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
·
Fisik
yakni benda hasil karya manusia
1. b.
Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sisitem Pendidikan Nasional
Seperti yang di kemukakakan sisdiknas,
yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia, dimana
kehidupan masyarakat indonesia yang majemuk dan akan kaya
kebudayaannya dan keberadaan semua itu semakin kukuh. Oleh karena itu,
kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis,
seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai
dengan asas Bhinneka Tunggal Ika.
4. Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek
kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan
yang penting dalam bidang pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dari
pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang
proses perkembangan dan proses belajar.
1. a.
Pengertian Landasan Psiklogis
Pemahaman peserta didik utamanya yang
berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan faktor keberhasilan untuk
pendididkan. Dalam maksud itu, Psikologi menyediakan sejumlah informasi/kebutuhan
tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi.
Seperti di kemukakakn teori A.maslow
kategori kebutuhan menjadi enam kategori meliputi:
·
Kebutuhan
fisiologis: kebutuhan memmpertahankan hidup (makan, tidur, istrahat dan
sebagainya)
·
Kebutuhan
rasa aman: kebutuhan terus nenerus merasa aman dan bebasdari ketakutan
·
Kebutuhan
akan cinta dan pengakuan:kebutuhan rasa kasih sayang dalam kelompok
·
Kebutuhan
akan alkuturasi diri:kebutuhan akan potensi potensi yang di miliki
·
Kebutuhan
untuk mengetahui dan di pahami:kebutuhan akan berkaitan dengan penguasaan iptek
1. b.
Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikologis
Perkembangan manusia berlangsung sejak
konsepsi (pertemuan ovum dan sperma) sampai saat kematian, sebagai perubahan
maju (progresif) ataupun kadang-kadang kemunduran (regresif).
Salah satu aspek dari pengembangan manusia
seutuhnya adalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian, utamanya agar
dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi
pendapat, namun dapat dikemukakan beberapa prinsip umum kepribadian. Disebut
sebagai prinsip prinsip umum karena:
·
Prinsip
tersebut yang dikemukakan dengan variasi tertentu dalam berbagai teori
kepribadian.
·
Prinsip
itu akan tampak bervariasi pada kepribadian manusia tertentu (sebab:
kepribadian itu unik)
Terdapat dua hal kepribadian yang penting
di tinjau dari konteks perkembangan kepribadian, yakni:
·
Terintegrasinya
seluruh komponen ke dalam struktur yang teroganisir secara sistematik.
·
Terjadi
tingkah laku yang konsisiten dalam menghadapi lingkungan.
5. Landasan Ilmiah dan
Teknologis
Seperti yang kita ketahui, iptek menjadi
bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain, pendidikan sangat berperan
penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek.
·
Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Terdapat beberapa istilah yang perlu
dikaji agar jelas makna dan kedudukan masing-masing yakni pengetahuan, ilmu
pengetahuan, teknologi. Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu
yang diperoleh melalui berbagai cara pengindraan terhadap fakta, penalaran
(rasio), intuisi, dan wahyu.
·
Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil dari
usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada
permulaan kehidupan manusia. Bukti historis menunjukkan bahwa usaha mula bidang
keilmuan yang tercatat adalah oleh bangsa Mesir purba, dimana banjir tahunan sungai
Nil menyebabkan berkembangnya system almanac, geometri dan kegiatan survey.
1. Pengertian
Asas-asas Pendidikan
Asas-asas pendidikan merupakan suatu
kebenaran menjadi dasar atau tumpukan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa
manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Diantara asas-asas
tersebut adalah Asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hidup, dan asas
kemandirian dalam belajar.
1. Macam-macam Asas
Pendidikan
2. Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani
merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki
Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan
menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarsa Sung Sung Tulada dan Ing Madya
Mangun Karsa.
Kini ketiga semboyan tersebut telah
menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
·
Ing
Ngarsa Sung Tulada ( jika di depan menjadi contoh).
·
Ing
Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan membangkitkan
semangat).
·
Tut
Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti dengan awas).
2. Asas Belajar Sepanjang
Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long
learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur
hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan
diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan
horisontal.
1. Dimensi vertikal dari
kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan
persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
2. Dimensi horisontal dari
kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
pengalaman di luar sekolah.
3. Asas Kemandirian dalam
Belajar
Baik asas tut wuri handayani maupun
belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian
dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari
asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar.
Selanjutnya, asas belajar sepanjang
hayat hanya dapat diwujudkan apa bila didasarkan pada asumsi bahwa peserta
didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin
seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan
guru ataupun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar
akan mampu menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan
motivator, disamping peran-peran lain: informator, organisator dan sebagainya.
Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber
belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan
sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan
timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan selalu berkaitan dengan
manusia, dan hasilnya tidak segera tampak. Diperlukan satu generasi untuk
melihat suatu akhir dari pendidikan itu. Oleh karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan
yang berakibat kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya.
Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat
mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat,
Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa Timur, Jilid I.
Jakarta: Balai Pustaaka.
Conny Seniawan, et. al. 1951. Pendekatan
Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan
Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia.
Prof. Dr. Umar Tirtarahardja, dkk. 2005. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar