BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan
budaya dan sumber daya alamnya. Pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan
yang mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sector demi
meningkatkan pendapatan atau kas Negara guna membiayai pembangunan dan biaya –
biaya Negara.dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah
memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari APBN dan APBD,
dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak. Dalam hal ini
menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Pajak merupakan salah
satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk membiayai pengeluaran termasuk
pengeluan untuk meningkatkan pembangunan.
Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan
yag sangat kuat oleh sebab itu sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang
sangat besar dalam membangun pertumbuhan ekonomi untuk menunjang segala
kebutuhan dalam negeri. Namun pada kenyataannya Indonesia pada saat ini hanya
mampu menjadi penonton ditengah persaingan global yang begitu selektif.
Kebijakan kontrofersial yang dambil oleh pemerintah Indonesia yang tergabung
dalam pembebasan PPh pasal 22 dengan Negara Cina, pada konteks tersebut
kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena penduduk cina yang begitu
banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat menjadi sasaran empuk
bagi para produsen dalam negeri. Akan tetapi para produsen dalam negeri belum
mampu bersaing dengan produk – produk yang dihasilkan oleh negeri tirai bamboo
tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam melakukan suatu
kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh pasal 22 bergantung
pada kebijakan yang diambil oleh peraturan pemerintah.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang
dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga Negara lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan – badan tertentu yang
berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
Dasar hokum PPh pasal 22 adalah UU pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal
22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan kompherensif mengenai pajak
penghasilan (PPh) pasal 22, maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
paparan mengenai PPh pasal 22.
B.
Tujuan
Makalah ini disusun dengan maksud sebagai berikut :
-
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Perpajakan
-
Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai PPh pasal 22
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas
pembelian barang, impor barang dan pembelian / penjualan barang di bidang usaha
tertentu. Oleh karena itu yang dikenakan pemungutan PPh pasal 22 adalah pemasok
barang kepada pemerintah, importer, dan pemasok / pembeli barang dari badan –
badan tertentu.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut
oleh:
1.
Bendahara
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.
Badan-badan
tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.
Wajib Pajak
Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
B. Objek
dan Pemungut PPh Pasal 22
Berikut
merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No.
|
Objek
|
Pemungut
|
1
|
Pembelian
Barang oleh Bendaharawan Pemerintah dan DJA ( Direktorat Jenderal Anggaran )
|
Pihak
yang membayar / membeli:
-
Bendaharawan Pemerintah
-
DJA
|
2
|
Pembelian
barang oleh BUMN/BUMD yang bersumber dari dana APBN dan atau APBD
|
BUMN/D
|
3
|
Pembelian
barang oleh badan tertentu yang bersumber dari dana APBN maupun non APBN
|
Badan
tertentu
|
4
|
Impor
Barang :
-
Dilakukan oleh importer yang memiliki API
-
Dilakukan oleh importer yang tidak memiliki API
-
Yang tidak dikuasai ( lelang)
|
-
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ( DJBC )
-
Bank Devisa
|
5
|
Pembelian
bahan untuk industri tertentu atau eksportir dari pedagang pengumpul
|
Industri
tertentu yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan dan perikanan
|
6
|
Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
|
Produsen
atau importer bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
|
7
|
Penjualan
barang yang tergolong mewah
|
Wajib
Pajak Badan yang melakukan penjualan tersebut
|
8
|
Penjualan
hasil industry tertentu :
-
Kertas
-
Baja
-
Otomotif
-
Semen
-
Rokok
|
Industry
tertentu yang menjual
|
C. Tarif
PPh Pasal 22
Berikut
merupakan tariff PPH Pasal 22, antara lain :
No.
|
Objek
|
Tarif
|
1
|
Pembelian
barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara Pemerintah, BUMN/D, dan badan
tertentu
|
1,5%
|
2
|
Impor
Barang:
-
Yang menggunakan API
-
Yang tidak menggunakan API
-
Yang tidak dikuasai ( Lelang )
|
2,5%
7,5%
7,5%
|
3
|
Pembelian
bahan – bahan untuk keperluan industry / ekspor dari pedagang
pengumpul
|
2,5%
|
4
|
Penjualan
oleh pertamina :
-
Premium, Solar, Premix, Super TT
-
Minyak Tanah, LPG, Pelumas
|
0,25%
0,3%
|
5
|
Penjualan
oleh Selain Pertamina:
-
Premium, Solar, Premix, Super TT
-
Minyak tanah, LPG, Pelumas
|
0,3%
0,3%
|
6
|
Penjualan
hasil industry tertentu :
-
Kertas
-
Baja
-
Otomotif
-
Semen
-
Rokok
|
0,1%
0,3%
0,45%
0,25%
0,15%
|
Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal
31 Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai
pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu
wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah,
diantaranya :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari
Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh Miliar Rupiah)
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas
bangunan lebih dari 500 m2
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual
atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang
dari 10 orang berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose
vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih
dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Selain tarif pajak yang tercantum di atas, terdapat tariff
sebagai berikut :
-
Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer yang
menggunakan API sebesar 0,5%
-
Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka pajak
dipungut 100% lebih tinggi dari tarif PPh pasal 22.
D. Pengecualian
Pemungutan PPh Pasal 22
Berikut
merupakan bukan objek PPh pasal 21, antara lain:
1.
Impor
barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
(SKB).
2.
Impor
barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3.
Impor
sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali,
dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.
Pembayaran
atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling
banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
5.
Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda
pos.
6.
Emas
batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.
Pembayaran/pencairan
dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.
Impor
kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.
Pembayaran
untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
E. Saat
Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah
Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
F. Tata
Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir
Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang
yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau
bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari
setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh
Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan
pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP
Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti
pungutan rangkap tiga, yaitu :
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib
Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat
tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib
Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan
menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa
pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang
sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor
oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir
SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh
Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke
KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
G. Cara
Menghitung PPh Pasal 22
1.
Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang
Besarnya
PPh pasal 22 atas impor:
Yang
menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5%
dari nilai impor.
|
Yang
tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya sebesar
7,5% dari nilai impor
|
Yang
tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
|
Catatan
:
Yang
dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar
perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance Freight
(CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.
Contoh
1:
PT
ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika Serikat
dengan perincian sbb:
Harga
Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00
Asuransi
(Insurance) ………………………US$ 1,000.00
Biaya
angkut (Freight) …………………….US$ 4,000.00
Harga
Pabean ……………………………..US$ 25,000.00
Pungutan
:
-
Bea Masuk 20% …………………………US$ 5,000.00
-
Bea Masuk Tambahan 10% ……………US$ 2,500.00
NILAI
IMPOR ………………………………US$ 32,500.00
Apabila
pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor barang) nilai kurs
US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
—
Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
—
PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00
Contoh
2:
Seperti
soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka perhitungan PPh
Pasal 22 adalah :
Dasar
pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
PPh
Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-
2.
Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan
APBN/ APBD
|
Atas
pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah dikenakan
pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran
yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pembayaran
atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang
meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.
Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan benda-benda
pos.
Pembayaran/
pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara.
Contoh
3 :
PT
Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam Negri
senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri. Dalam
kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya harga
jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Diminta
: Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab
:
-
Dasar
Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta)= Rp200.000.000,00.
-
PPh
Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran: Rp
200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00
3.
Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri
Otomotif di Dalam Negeri.
Besarnya
PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau
lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.
|
Penjualan
kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas industry
otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
-
Instansi
pemerintah
-
Korps
diplomatic
-
Bukan
subjek pajak
4.
Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri Rokok
di dalam negeri
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok
di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat
final.
|
5.
Cara Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas
di Dalam Negeri
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas
di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan
Nilai.
|
6.
Cara Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen
di Dalam Negeri
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen
di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan
Nilai.
|
Yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri
oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada Distributor
utama / tunggalnya.
7.
Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja
di Dalam Negeri.
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat penjualan hasil
produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai
|
8.
Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha
Selain Pertamina
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang
bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas
penjualan hasil produksinya adalah sbb:
1.
Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi
adalah 0,3% dari penjualan
|
2.
Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25%
dari penjualan
|
3.
Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
PPh
pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
a.
Bendaharawan
pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang.
b.
Badan-badan
tertentu, baik badan pemrintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang
impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
c.
Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah
B.
Saran
Setelah
penulis memaparkan hal – hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22, penulis
menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran pajak guna
membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal 22.
DAFTAR PUSTAKA