Minggu, 29 November 2015

PERPAJAKAN PPh Pasal 22



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber daya alamnya. Pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sector demi meningkatkan pendapatan atau kas Negara guna membiayai pembangunan dan biaya – biaya Negara.dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari APBN dan APBD, dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk membiayai pengeluaran termasuk pengeluan untuk meningkatkan pembangunan.
Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yag sangat kuat oleh sebab itu sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun pertumbuhan ekonomi untuk menunjang segala kebutuhan dalam negeri. Namun pada kenyataannya Indonesia pada saat ini hanya mampu menjadi penonton ditengah persaingan global yang begitu selektif. Kebijakan kontrofersial yang dambil oleh pemerintah Indonesia yang tergabung dalam pembebasan PPh pasal 22 dengan Negara Cina, pada konteks tersebut kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena penduduk cina yang begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat menjadi sasaran empuk bagi para produsen dalam negeri. Akan tetapi para produsen dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk – produk yang dihasilkan oleh negeri tirai bamboo tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh pasal 22 bergantung pada kebijakan yang diambil oleh peraturan pemerintah.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan – badan tertentu yang berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hokum PPh pasal 22 adalah UU pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan kompherensif mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22, maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah paparan mengenai PPh pasal 22.
B.     Tujuan
Makalah ini disusun dengan maksud sebagai berikut :
-          Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Perpajakan
-          Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai PPh pasal 22



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas pembelian barang, impor barang dan pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu. Oleh karena itu yang dikenakan pemungutan PPh pasal 22 adalah pemasok barang kepada pemerintah, importer, dan pemasok / pembeli barang dari badan – badan tertentu.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.     Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.     Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.     Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
B.     Objek dan Pemungut PPh Pasal 22
Berikut merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No.
Objek
Pemungut
1
Pembelian Barang oleh Bendaharawan Pemerintah dan DJA ( Direktorat Jenderal Anggaran )
Pihak yang membayar / membeli:
-          Bendaharawan Pemerintah
-          DJA
2
Pembelian barang oleh BUMN/BUMD yang bersumber dari dana APBN dan atau APBD
BUMN/D
3
Pembelian barang oleh badan tertentu yang bersumber dari dana APBN maupun non APBN
Badan tertentu
4
Impor Barang :
-          Dilakukan oleh importer yang memiliki API
-          Dilakukan oleh importer yang tidak memiliki API
-          Yang tidak dikuasai ( lelang)
-          Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ( DJBC )
-          Bank Devisa
5
Pembelian bahan untuk industri tertentu atau eksportir dari pedagang pengumpul
Industri tertentu yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan dan perikanan
6
Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
Produsen atau importer bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
7
Penjualan barang yang tergolong mewah
Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan tersebut
8
Penjualan hasil industry tertentu :
-          Kertas
-          Baja
-          Otomotif
-          Semen
-          Rokok
Industry tertentu yang menjual
C.    Tarif PPh Pasal 22
Berikut merupakan tariff  PPH Pasal 22, antara lain :
No.
Objek
Tarif
1
Pembelian barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara Pemerintah, BUMN/D, dan badan tertentu
1,5%
2
Impor Barang:
-          Yang menggunakan API
-          Yang tidak menggunakan API
-          Yang tidak dikuasai ( Lelang )

2,5%
7,5%
7,5%
3
Pembelian bahan – bahan untuk keperluan industry / ekspor dari pedagang pengumpul          
2,5%
4
Penjualan oleh pertamina :
-          Premium, Solar, Premix, Super TT
-          Minyak Tanah, LPG, Pelumas

0,25%
0,3%
5
Penjualan oleh Selain Pertamina:
-          Premium, Solar, Premix, Super TT
-          Minyak tanah, LPG, Pelumas

0,3%

0,3%
6
Penjualan hasil industry tertentu :
-          Kertas
-          Baja
-          Otomotif
-          Semen
-          Rokok

0,1%
0,3%
0,45%
0,25%
0,15%
     Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah, diantaranya :
a.       Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh Miliar Rupiah)
b.      Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
c.       Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2
d.      Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
e.       Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.



Selain tarif pajak yang tercantum di atas, terdapat tariff sebagai berikut :
-          Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer yang menggunakan API sebesar 0,5%
-          Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka pajak dipungut 100% lebih tinggi dari tarif PPh pasal 22.
D.    Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
Berikut merupakan bukan objek PPh pasal 21, antara lain:
1.     Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2.     Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3.     Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4.     Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5.     Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
6.     Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7.     Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8.     Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9.     Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
E.     Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1.      Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2.      Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.      Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.      Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5.      Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
F.     Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1.      PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.      PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
    1. lembar pertama untuk pembeli;
    2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
    3. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.       lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
G.    Cara Menghitung PPh Pasal 22
1.         Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang
Besarnya PPh pasal 22 atas impor:
Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor.



PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir
Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor



        PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir
Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.



        PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang
Catatan :
Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.
Contoh 1:
PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika Serikat dengan perincian sbb:
Harga Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00
Asuransi (Insurance) ………………………US$   1,000.00
Biaya angkut (Freight) …………………….US$   4,000.00
Harga Pabean ……………………………..US$ 25,000.00
Pungutan :
- Bea Masuk 20% …………………………US$   5,000.00
- Bea Masuk Tambahan 10% ……………US$   2,500.00
NILAI IMPOR ………………………………US$ 32,500.00
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor barang) nilai kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
— Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
— PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00
Contoh 2:
Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka perhitungan PPh Pasal 22 adalah :
Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-
2.         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan APBN/ APBD
PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan
Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan benda-benda pos.
Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
Contoh 3 :
PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam Negri senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri. Dalam kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya harga jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Diminta : Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab :
-          Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta)= Rp200.000.000,00.
-          PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran: Rp 200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00
3.         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.



PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN
Penjualan kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas industry otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
-          Instansi pemerintah
-          Korps diplomatic
-          Bukan subjek pajak
4.         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri Rokok di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat final.



PPh Pasal 22 (Final)= 0,15% x Harga Bandrol
5.         Cara Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.



PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN
6.         Cara Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22= 0,25% x DPP PPN
 Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada Distributor utama / tunggalnya.
7.         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam Negeri.
 Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat penjualan hasil produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai



PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN
8.         Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain Pertamina
 Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sbb:
1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU  swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan
 2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25% dari penjualan



PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan
 3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.



PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
PPh pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
a.       Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
b.      Badan-badan tertentu, baik badan pemrintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
c.       Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah
B.     Saran
Setelah penulis memaparkan hal – hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22, penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran pajak guna membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal 22.



DAFTAR PUSTAKA